rajabacklink
Benarkah Negara Otoriter Gaya Baru Mulai Tercium Di Era Jokowi ?

Benarkah Negara Otoriter Gaya Baru Mulai Tercium Di Era Jokowi ?

8 Jan 2021
1067x
Ditulis oleh : Writer

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqqodas, meringkus situasi Indonesia sepanjang periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai berikut: "Otoritarianisme gaya baru atau neoauthoritarianism."

Dalam sebuah diskusi daring, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu memberikan contoh bagaimana demokrasi mundur di era Jokowi. Salah satunya soal penempatan banyak polisi ke dalam instansi-instansi pemerintahan. "TNI berhasil dibersihkan dari dwifungsi, sekarang multifungsi dilakukan oleh Polri."

Beberapa lembaga negara yang dipimpin perwira polisi, baik yang masih aktif atau sudah pensiun dini, di antaranya KPK, Badan Intelijen Negara, Badan Urusan Logistik, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, hingga Kementerian Dalam Negeri.

Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, lembaga yang rutin mengeluarkan kajian sosial sejak Orde Baru, mengatakan setidaknya ada empat indikator sebuah negara atau sistem pemerintah bisa disebut otoriter. Indikator-indikator itu diambil dari buku terbaru Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, How Democracies Dies, yang terbit 2018 lalu.

Ironisnya, Indonesia sudah memenuhi keempat indikator itu, kata Wijayanto.

Indikator pertama adalah adanya penolakan atau setidaknya memiliki komitmen yang lemah terhadap aturan main yang demokratis. Kata Wijayanto, hal tersebut terlihat ketika Jokowi menginstruksikan kepala daerah hingga tentara untuk mengampanyekan kebijakan pemerintah dan meminta mereka menangkal banyak kabar palsu terkait dirinya sebelum Pilpres 2019.

Contoh lain adalah ada upaya memobilisasi kepala daerah hingga Polri untuk mendukung petahana.

"Kombinasi antara mobilisasi pejabat sipil dan aparat militer atau penegak hukum adalah tipikal bagaimana seorang incumbent maju untuk kembali terpilih," kata Wijayanto kepada reporter Tirto, Selasa (16/6/2020).

Contoh lain terjadi pada Desember 2019. Ketika itu muncul wacana dari parpol pendukung Jokowi mengenai amandemen UUD yang memungkinkan presiden menjabat tiga periode. Saat itu Jokowi hanya marah tanpa melakukan hal-hal lebih konkret.

Indikator kedua adalah pemberangusan oposisi. Dalam konteks ini, Wijayanto mengatakan Jokowi melakukan itu pertama-tama dengan memberikan Gerindra--partai oposisi utama dalam Pilpres 2019--dua kursi menteri. Akibatnya oposisi lain, yaitu Demokrat, PAN, dan PKS jadi tak punya taji di legislatif. Suara mereka timpang dibanding koalisi partai pendukung pemerintah.

Manuver ini semakin kentara ketika partai koalisi pemerintah merevisi UU MD3 dan menambah kursi pimpinan MPR. Dampaknya, lebih banyak partai berkesempatan mendapat jatah kursi, merapat ke kekuasaan, dan tak lagi jadi oposisi.

Indikator selanjutnya relatif lebih berdampak langsung ke sipil: memberi toleransi atau bahkan menganjurkan kekerasan aparat ke warga. Hal ini juga terjadi di era Jokowi, kata Wijayanto, contohnya kasus gerakan Reformasi Dikorupsi pada September 2019. LBH Jakarta menyebut pendekatan polisi saat menangani aksi massa saat itu "adalah pendekatan represif, kekerasan."

Contoh lain selain yang disebut Wijayanto adalah aksi berujung kerusuhan pada 21-23 Mei. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan ada 10 orang tewas dalam peristiwa tersebut, empat di antaranya masih anak-anak (di bawah 18 tahun). Delapan orang tewas karena tertembak peluru tajam.

Latar belakang inilah yang kemudian membuat Kontras dan YLBHI sama-sama menilai kekerasan oleh aparat makin menjadi-jadi di era Jokowi. Mereka pun mendesak pemerintah untuk segera mereformasi Polri besar-besaran.

Indikator terakhir juga berdampak luas ke warga sipil, yaitu kesediaan penguasa untuk membatasi kebebasan sipil, termasuk media.

Menurut Wijayanto, beberapa ukuran kebebasan sipil yang dikekang dan dilanggar di era Jokowi adalah: pelarangan dan razia buku, pembubaran dan teror terhadap diskusi kritis, membubarkan paksa dan penangkap peserta demonstrasi isu Papua, hingga peretasan dan penyadapan para aktivis pro demokrasi.

"Terjadi kesepakatan di antara setidaknya selusin ilmuwan politik dari dalam dan luar negeri bahwa Indonesia sedang mengalami proses kemunduran demokrasi yang dirumuskan dalam berbagai istilah, dari mulai kemunduran (regression, decline, back sliding) hingga putar balik ke arah otoritarianisme (authoritarian turn) dan otoritarianisme baru (neoauthoritarianism)," katanya.

Kemunduran tersebut terjadi secara perlahan sejak 2016 dan terus berlanjut dalam gradasi yang lebih serius setelah Pemilu 2019, ditandai dengan contoh-contoh yang tadi sudah disebut: dari mulai diabaikannya aturan main demokratis hingga hilangnya oposisi di parlemen.

Jika itu masih kurang, Wijayanto menambahkan sejak dua tahun terakhir rezim Jokowi sangat mudah mengintervensi benteng kebebasan akademik: kampus. Salah satu bentuk intervensinya adalah arahan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (kementerian ini sekarang dilebur) agar rektor mengimbau para mahasiswa dan dosen tidak turun ke jalan.

"Tergerusnya kebebasan akademik hari-hari ini," simpul Wijayanto, "merupakan penanda kemunduran demokrasi terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak reformasi politik 1998 dan putar balik ke arah otoritarianisme."

"Tidak Mudah Berlaku Otoriter"

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan "pasca reformasi, siapa pun [presiden] termasuk Jokowi tidak mudah berlaku otoriter." "Sulit presiden berlaku otoritarian karena [kerja] diawasi DPR, LSM, ormas. Jadi pengawasnya banyak," katanya, Senin (15/6/2020).

Meski demikian, ia menegaskan Jokowi percaya bahwa hak-hak sipil politik "mensyaratkan hak-hak ekonomi-sosial-budaya" seperti "pendidikan, kemakmuran, melalui berbagai skema bantuan sosial." Donny bilang, "Pak Jokowi tetap berkomitmen untuk menegakkan HAM, menghormati hak-hak 

Berita Terkait
Baca Juga:
Ga Tau Malu! JakPro Masih Abaikan Putusan Pengadilan untuk Bayar Ganti Rugi Waduk Pluit

Ga Tau Malu! JakPro Masih Abaikan Putusan Pengadilan untuk Bayar Ganti Rugi Waduk Pluit

     

1 Des 2022 | 608


Kasus bermula saat H. Umar dkk sebagai pemilik tanah mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Jakarta Pusat. Hal ini lantaran Jakpro tak kunjung melaksanakan putusan Pengadilan Negeri ...

Apa Saja Manfaat Memasang Iklan di Rajakomen

Apa Saja Manfaat Memasang Iklan di Rajakomen

Teknologi      

15 Jun 2024 | 136


Rajakomen merupakan platform yang menyediakan berbagai kesempatan bagi pengiklan untuk mempromosikan produk atau layanan mereka. Dengan populernya internet sebagai sarana pemasaran, ...

Pertamina Era Ahok Rugi 11 Triliun, DKI Raih 21 Penghargaan di Tangan Anies

Pertamina Era Ahok Rugi 11 Triliun, DKI Raih 21 Penghargaan di Tangan Anies

Politik      

27 Agu 2020 | 1361


Kabar tidak sedap kembali datang dari BUMN di era pemerintahan Jokowi, sekarang PT Pertamina yang sedang mengalami kerugian hingga 11 Triliun saat jabatan komisaris utama dipegang oleh ...

Menemukan Surga Menghafal Quran di Pesantren Putri Tahfidz Terbaik

Menemukan Surga Menghafal Quran di Pesantren Putri Tahfidz Terbaik

Pendidikan      

30 Mei 2024 | 182


Pesantren Putri Tahfidz Al Ma'soem sudah tidak diragukan lagi menjadi tempat yang tepat bagi para gadis untuk menemukan surganya dalam menghafal Quran. Pesantren ini dikenal sebagai ...

https://masoemuniversity.ac.id

Ma'soem University: Pilihan Tepat untuk Kuliah di Universitas Swasta Bandung

Pendidikan      

5 Sep 2024 | 11


Ma'soem University di Bandung telah memantapkan dirinya sebagai pilihan utama bagi mereka yang mencari pendidikan tinggi di universitas swasta. Dengan berbagai keunggulan yang ...

Teknik Pemasaran yang efektif Menggunakan Whatsapp

Teknik Pemasaran yang efektif Menggunakan Whatsapp

Tips      

28 Jun 2024 | 106


Dalam era digitalisasi seperti sekarang, teknik pemasaran terus berevolusi. Salah satu platform yang semakin populer untuk kegiatan pemasaran adalah WhatsApp Business. Dengan lebih dari 2 ...

Copyright © Jakarta-Media.com 2018 - All rights reserved